Penulis
DR. Dina Yulianti
Dosen Prodi Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran
Gerak News, Teheran – Suasana Teheran pagi itu sangat dingin, meski cuaca cerah. Mobil-mobil yang mau memasuki halaman IRIB International Conference Center yang terletak di Highway Shahid Chamran dicegat satu persatu oleh petugas.
“Pembicara dari Indonesia, Dr. Dina Yulianti,” kata Maryam, liaison officer (LO) yang mendampingi saya di Teheran sejak keluar pintu pesawat. Petugas mencari nama saya di beberapa lembar kertas yang dipegangnya, cukup lama, sampai akhirnya memberi izin mobil yang kami tumpangi masuk.
Sebelum masuk ruang utama, semua tas dipindai dengan sensor seperti yang biasa dijumpai di bandara. Saya kemudian diperkenalkan dengan ketua panitia, yang ternyata juga istri dari Juru Bicara (Ketua) Parlemen Iran, Qalibaf, yang bernama Dr. Zahra Sadat Moshir-Estekhareh. Ia sangat ramah, “Thank you for coming to Iran, I hope you enjoy Iran,” katanya sambil tersenyum. Ia lalu mempersilakan saya masuk ke ruang pameran.
Ternyata, di sebelah ruangan utama, ada pameran foto yang bertema “Keluarga Gaza dan Penduduk Tertindas di Kawasan Ini” dengan lima topik: “Harapan dan Masa Depan”, “Keluarga dan Hubungan Berkelanjutan,” “Perlawanan dan Menjaga Nilai-nilai”, “Perang yang Menghancurkan Keluarga”, dan “Empati Tanpa Batas”. Berbagai foto memperlihatkan bantuan yang dikirim Parlemen Iran ke Gaza untuk membantu keluarga-keluarga Gaza yang menderita akibat genosida Israel.
Saya kemudian dipersilakan masuk ke ruang konferensi dan duduk di baris paling depan dan tak lama kemudian, acara pun dimulai.
Konferensi internasional ini bertema “Keluarga, Masa Depan, dan Hubungan Berkelanjutan” yang diadakan oleh Pusat Penelitian Parlemen Iran bekerja sama dengan Asosiasi Ilmiah Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Iran. Presiden juga hadir dalam acara ini di sesi kedua, sedangkan Ketua Parlemen hadir di sesi paling akhir untuk menutup konferensi. Sesi pertama adalah pemaparan para panelis utama, termasuk saya.
Menurut ketua panitia, Al-Qur’an telah menekankan betapa pentingnya keluarga dan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Khamenei sudah sering menggarisbawahi urgensi topik ini dalam berbagai pidatonya sambil memperingatkan kemungkinan kelalaian dalam penanganan isu keluarga.
Salah satu tujuan penting konferensi ini adalah mendesain ulang landasan kebijakan dan legislasi terkait perempuan dan keluarga. Dalam konferensi ini para panelis memaparkan berbagai kajian dan evaluasi mendalam terkait kebijakan serta undang-undang di bidang keluarga, termasuk penelitian mengenai masa depan dan perencanaan ke depan.
Saya dipanelkan dengan Dr. Mehdi Hadi (Ketua Lembaga Penelitian Parlemen), Prof. Golamali Afrooz (dari Universitas Tehran dan Ketua Pusat Pemikiran Keluarga), Dr. Fariba Alaswand (dari Pusat Penelitian Perempuan dan Keluarga), Dr. Fateme Mohammad Beygi, dan seorang akademisi Lebanon yang rencananya tampil melalui video.
Pemaparan Prof. Golamali Afrooz sangat menarik, menekankan pentingnya persepsi para pejabat dan anggota parlemen mengenai posisi penting keluarga. Antara lain ia berkata:
Upaya untuk menguatkan keluarga bermakna bahwa semua pemikiran kita berporos pada keluarga, semua undang-undang yang dikeluarkan oleh parlemen, peraturan pemerintah, berkolerasi dengan keluarga. Segala apapun yang kita pikirkan dan kita usahakan harus menjadikan keluarga sebagai parameter utama. Hukum yang dijatuhkan oleh seorang hakim kepada seorang kepala keluarga perlu dipertimbangkan situasi keluarganya; kebijakan politik, kebijakan pendidikan, kesehatan, segala aspek lainnya, berporos pada keluarga.
Ini sesuai Pasal 10 UUD Iran, yang berbunyi: Keluarga merupakan unit dasar masyarakat Islam. Oleh karena itu, semua hukum, peraturan, dan politik yang terkait dengannya harus diarahkan untuk memfasilitasi pembentukan keluarga, perlindungan kesuciannya, dan pemeliharaan hubungan-hubungannya, berdasarkan hukum dan etika Islam.
Untuk bisa mewujudkannya, seluruh aparat pemerintahan, para peneliti, dan pembuat kebijakan dan harus meyakini bahwa keluarga adalah pondasi dasar negara ini.
Sementara itu, saya sendiri, antara lain, menyampaikan lima rekomendasi utama langkah-langkah yang harus diambil pada skala nasional dan global guna memperkuat keluarga, yaitu sebagai berikut:
1. Mempromosikan kebijakan yang berpusat pada keluarga
2. Menangani ketimpangan demografis
3. Membina solidaritas global (yaitu negara-negara berpendapatan tinggi harus mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam mendukung pembangunan yang berpusat pada keluarga di wilayah berpendapatan rendah).
4. Memanfaatkan teknologi untuk inklusi (konflik geopolitik menyebabkan gangguan besar bagi keluarga, terutama di zona konflik. Di beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, konflik sering kali bermula dari kebencian antar agama yang dieksploitasi oleh para penghasut perang. Narasi kebencian ini umumnya disebarluaskan melalui internet (media sosial). Oleh karena itu, internet dan media sosial harus dimanfaatkan untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi, saling menghormati antar agama dan sekte yang berbeda, dan penolakan kekerasan atas nama agama.)
5. Meningkatkan kolaborasi interdisipliner (di antara akademisi dan praktisi dari berbagai bidang) untuk mengatasi berbagai persoalan kompleks dunia dengan berporos pada keluarga.
Redaksi Gerak News