GerakNews- Mungkin orang sudah akrab dengan syair dan sastra Arab, meski tak mempelajari bahasa dan sastra Arab. Bahkan banyak remaja yang jatuh cinta dengan mencoba meminjam atau mengutip syair dari Kahlil Gibran misalnya.
Lebih jauh, tradisi syair kontemporer juga mengenal sastra Syekh Nizami dalam Laila Majnun, yang katanya bisa klepek-klepek. Kisah cinta Qais si Gila ini Lebih wow dari Romeo and Juliet-nya Willam Shakespeare.
Nah jauh sebelum kehadiran Islam, kekuatan orang Arab adalah bersyair. Syair pun sering disebut sebagai dokumen bahasa Arab.
Dengan syair, mereka dapat memelihara nasab, peninggalan masa lalu dan juga mempelajari bahasa. Bahkan, syair juga bisa menjadi rujukan dalam mengambil hukum.
Sejarah Arab Jahiliyah juga bisa terekam dalam Syairnya. Jawwad Ali mengatakan bahwa informasi Arab masa lalu lebih baik, valid dan lengkap diperoleh dari syair daripada buku sejarah. Bahkan sejarah masa lalu yang gak ada dalam kitab sejarah, malah ada dalam kompilasi karya syair.
Secara umum, Syair Arab berisi pujian, ratapan atau sindiran sangat keras kepada lawan bicara.
Ini contoh syair Bucin ala Imr al-Qais, sastrawan era Jahiliyah:
Dia, dan memang hanya dia.
Bagiku, dia satu-satunya harapan di dunia dari semua wanita yang ada.
Sungguh, tak ada kenikmatan selain pada kekasih yang bertahan.
Dan sungguh, tiada kebahagiaan bagi pecinta yang ditinggalkan.
Betapa sering dan tak terbilang aku menerjang gurun demi gurun.
Sama sekali perjalanan berat dan jejak langkah itu tak membuatku lelah.
Cukuplah bagiku menggenggam erat tangannya.
Dan jiwa yang keras ini melembut kala bersentuhan dengannya.
Andaikata dan jika saja,
Rumah Salma dekat maka aku yang pertama sampai kepadanya.
Dari mana pun di berbagai penjuru.
Aku selalu menanyakan tentangnya kepada siapapun yang aku temui.
(YSA)