Gerak News, Jakarta- Venezuela menarik pulang duta besarnya dari Madrid untuk melakukan konsultasi setelah Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles menyebut pemerintahan Presiden Nicolas Maduro kediktatoran, kata Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil, Jumat.
Atas komentar Menhan Robles itu, Venezuela juga memanggil duta besar Spanyol di Karakas pada hari yang sama.
Robles dalam sebuah acara publik, Kamis (12/9), menyebut pemerintahan Maduro kediktatoran yang telah menyebabkan migrasi massal penduduk Venezuela.
Melalui Telegram pada Jumat, Gil mengatakan pemerintah Venezuela “merespons pernyataan tidak pantas, intervensi, dan kurang sopan dari Menteri Spanyol Margarita Robles”.
Pernyataan Robles itu, ujar Menlu, menunjukkan kemunduran hubungan antara kedua negara dan karena itu Venezuela memutuskan untuk menarik Dubes Venezuela untuk Spanyol Gladys Gutierrez untuk berkonsultasi.
Gil menyebutkan bahwa pihaknya juga memanggil Dubes Spanyol Ramon Santoz Martinez di Karakas pada Jumat.
Sementara itu pada Rabu (11/9), Ketua Parlemen Venezuela Jorge Rodriguez meminta para anggota parlemen untuk mengesahkan resolusi pemutusan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Spanyol.
Permintaan itu disampaikan Rodriguez setelah kongres Spanyol mendesak pemerintah untuk mengakui Edmundo Gonzalez sebagai presiden Venezuela.
Spanyol pada awal pekan ini membenarkan bahwa pihaknya memberikan suaka kepada Gonzalez. Spanyol bahkan menerbangkan dia keluar dari Venezuela dengan menggunakan pesawat militer atas izin keluar dari otoritas di Karakas.
Politisi itu sendiri diburu di Venezuela atas tuduhan campur tangan dalam pemilihan dan penghasutan kekerasan di jalanan.
Gonzales tiba di pangkalan militer di Madrid dengan ditemani oleh istrinya, juga oleh Menteri Luar Negeri Spanyol Diego Martinez Belio.
Rakyat Venezuela memberikan suara dalam pemilihan presiden pada 28 Juli, saat Nicolas Maduro dinyatakan sebagai pemenang dengan lebih dari 51 persen suara.
Pihak oposisi mengeklaim kemenangan besar dengan mengutip lembar penghitungan yang mereka peroleh dari pusat-pusat pemungutan suara di seluruh negeri.
Tindakan itu memicu protes besar dari pihak oposisi. Ribuan orang ditahan dengan tuduhan merusak infrastruktur negara, menyampaikan ujaran kebencian, dan terorisme.
Redaksi Gerak News