Gerak News- Museum Te Papa Tongarewa, New Zealand. Nama museum ini berasal dari Bahasa Maori, yang artinya tempat penyimpanan harta.
Museum yang bagus dan futuristik ini menyimpan sejumlah barang bekas peperangan Gallipoli. Tampilan audio-visual juga nampak memukau. Terpajang juga sejumlah patung raksasa yang menggambarkan orang yang seang berperang, tentara yang kena tembak, atau seorang gadis yang sedih ditinggal kekasih karena ikut berperang.
Perang Gallipoli terjadi pada April-Desember 1915. Dalam perang ini, Inggris-Perancis melawan Turki Usmani. Inggris-Perancis berniat merebut Istanbul, yang merupakan ibukota Kerajaan Turki Usmani. Istanbul, yang sudah menjadi kota sejak 6 abad sebelum masehi berada di lokasi yang sangat strategis dan melintasi selat Bosporus. Selat ini berada di antara Laut Marmara dan Laut Hitam.
Selama 14 abad, dari abad pertama hingga abad ke-14, Istanbul berada di bawah kekuasaan Romawi. Masuk pertengahan abad ke-15, tapatnya tahun 1453, Istanbul dikuasi Muhammad Al-Fatih setelah dikepung selama 8 minggu, dan kemudian menjadi Ibukota Kerajaan Turki Usmani.
Tiga abad kemudian, pada tahun 1818, kerajaan Turki Usmani memancung kepala Abdullah I di selat Bosporus karena menilai raja Saudi pertama itu memberontak pada kekuasaan Istanbul. Dalam bahasa lain, kerajaan Saudi di kemudian hari adalah salah satu produk hasil pemberontakan pada kerajaan Turki Usmani.
Satu abad kemudian, tahun 1915, terjadilah perang Gallipoli. Selandia Baru juga terlibat dalam perang Gallipoli untuk membantu Inggris. Dalam perang ini, ada sekitar 3 ribu tentara Selandia Baru yang tewas, dan sekitar 5 ribu lainnya luka-luka. Museum Te Papa merupakan bentuk penghormatan kepada para pahlawan perang.
(YSA)