Gerak News, Jakarta-Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri meninggal dunia pagi ini, Kamis (5/9/2024).
Informasi ini dibenarkan oleh Ekonom dari Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad.
Berdasarkan informasi yang diterima, Faisal Basri meninggal dunia pada pukul 03.50 WIB di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta.
Jenazah dibawa ke rumah duka di Komplek Gudang Peluru, Jakarta Selatan.
Pemakaman akan dilakukan sekitar Ba’da Ashar dari mesjid Az Zahra, Gudang Peluru, Tebet, Jakarta Selatan.
Faisal dikenal sebagai ekonom yang sangat kritis pada berbagai kebijakan Pemerintah. Beberapa waktu lalu, Faisal Basri mengkritik keras hilirisasi. Menurutnya keputusan pemerintah melarang ekspor sejumlah komoditas justru merugikan produsen dalam negeri.
Pada kesempatan lain, ia menjelaskan jika hilirisasi membuat pasokan nikel dalam negeri jadi menumpuk. Imbasnya harga jadi anjlok lalu dibeli oleh China.
Faisal mulai menggeluti dunia ekonomi sejak di bangku kuliah.
Keponakan dari mendiang Wakil Presiden RI Adam Malik itu menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (1985) dan meraih gelar Master of Arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika (1988).
Faisal juga bagian dari pendiri INDEF (1995-2000) bersama sejumlah ekonom senior lainnya.
Di bidang pemerintahan, Faisal pernah mengemban amanah sebagai anggota Tim ‘Perkembangan Perekonomian Dunia’ pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).
Di era pemerintahan Jokowi, ia juga pernah dipercaya menjadi ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi. Tim berjuluk Tim Anti Mafia Migas bekerja 6 bulan penuh menyelidiki praktik-praktik impor BBM di tubuh anak usaha Pertamina, Petral.
Mengutip CNBCIndonesia, tim ini berhasil menemukan keberadaan ‘mafia’ di dalam bisnis minyak Indonesia. Keberadaan mafia misal mereka temukan dalam proses penawaran impor minyak yang dilakukan ke Petral dan PEs secara tidak lazim, berbelit-belit, dan harus melewati pihak ketiga yang bertindak sebagai agent atau arranger.
Tim itu juga menemukan indikasi kebocoran informasi soal spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung.
Tim menemukan cukup banyak indikasi adanya kekuatan “tersembunyi” yang terlibat dalam proses tender oleh Petral.
Berdasar temuan tersebut, Tim pun mengeluarkan beberapa rekomendasi terkait Petral.
Pertama, tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM tidak lagi oleh PES melainkan dilakukan oleh ISC (integrated supply chain) Pertamina.
Kedua, mengganti secepatnya manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manajer
Ketiga, melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang. Hasil audit forensik bisa dijadikan sebagai pintu masuk membongkar potensi pidana, khususnya membongkar praktik mafia migas.
Rekomendasi ini kemudian ditindaklanjuti Menteri ESDM saat itu Sudirman Said dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat itu Dwi Soetjipto dengan membekukan bisnis Petral pada Mei 2015.
Redaksi Gerak News