Gerak News- Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada Sekutu, setelah Nagasaki dan Hiroshima dihancurkan. Para pemuda pejuang di Indonesia pun menyadari kondisi geopolitik ini. Pada 16 Agustus 1945, Sukarno-Hatta yang “diculik” Sukarni Cs ke Rengasdengklok, Karawang, baru tiba di Jakarta jelang tengah malam. Hal ini setelah golongan muda diyakinkan Achmad Subardjo bahwa Kemerdekaan akan dilangsungkan besok hari, 17 Agustus 1945. Sukarno-Hatta harus kembali ke Jakarta.
Tiba di Jakarta, Sukarno mengantar dulu Fatmawati dan Guntur ke kediaman di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Saat itu, Jakarta dalam kondisi jam malam, tak boleh ada kegiatan kecuali ditangkap tentara Jepang.
Dalam situasi genting, tempat paling aman ya tempat orang Jepang sendiri. Lagi-lagi, Ahcmad Subardjo berperan. Ia bekerja sebagai Staff Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dan Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang. Bagi pandangan picik saat itu, mungkin Achmad Subardjo dianggap agen atau antek Jepang—dia bekerja pada Perwira Jepang.
Tapi berkat jasa Achmad Subardjo, datanglah semua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ke kediaman Laksamana Maeda. Sekali lagi, ini tempat paling aman.
Di kursi ruang tamu, Achmad Subarjo bersama Sukarno-Hatta, berbincang dengan Maeda: minta izin untuk menjadikan kediamannya sebagai tempat merumuskan naskah proklamasi. Rencana, Proklamasi sendiri akan dikumandangkan besok pagi di kediaman Sukarno. Maeda mempersilakan, dan dia pergi ke kamar pribadinya di lantai 2. Sementara di ruangan sebelah kanan rumah, hadir para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang berdatangan.
Saat dinihari, Sukarno, Hatta dan Achmad Subardjo merumuskan naskah Proklamasi. Nyaris selama dua hari ini mereka tidak tidur. 26 pemuda lainnya menunggu di ruang depan, sebelah kiri pintu masuk rumah Laksamana Maeda.
Sementara itu, pembantu sekaligus Sekretaris Maeda, Satsuki Mishima, yang menjadi satu-satunya perempuan di rumah itu, ikut terlibat dalam kemerdekaan Indonesia. Ia orang Jepang juga. Ia memasak sarden, telur dan roti, untuk sahur para tokoh yang beragama Islam, yang merupakan para pendiri bangsa Indonesia.
Naskah proklamasi disusun di ruang makan kediaman Meida, di samping bagian dalam ruang tamu. Sukarno mengambil secarik kertas dan tinta, serta merumuskan dan menulis teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hatta, merumuskan paragraf kedua. Sementara Achmad Soebardjo merumuskan paragraf pertama.
(Yayan Sopiani)