Gerak News, Jakarta-Hampir semua orang mengenal William Shakespeare. Bahkan bagi orang yang tak mengenal sastra sama sekali. Paling tidak, orang akan tahu kata-kata mantra yang diucapkan Shakespeare: apalah arti sebuah nama.
Shakespeare ditasbihkan sebagai bapak drama. Pujangga yang lahir di tahun 1616 ini merupakan pemain sandiwara yang karyanya paling banyak dipentaskan di dunia.
Lalu, siapa bapak drama di era modern? Dialah Henrik Johan Ibsen. Tokoh sastra beraliran realis sosial ini lahir pada 20 Maret 1828 di Skien Norwegia. Pengarang Norwegia terbesar sepanjang masa ini dikenal sebagai bapak drama modern. Drama Ibsen adalah drama kedua terbanyak dipentaskan setelah Shakespeare.
Drama-drama karya Ibsen penuh dengan nilai-nilai moral. Dramanya memberi pesan bahwa kebaikan akan selalu berujung pada kebahagian. Sebaliknya, kejahatan, akan berakhir dengan mengenaskan.
Karya Ibsen sudah dikenal lama di Indonesia. Drama Allah yang Palsu, karya penulis etnis Tionghoa Kwee Tek Hoay, yang sempat dipentaskan di Batavia atau Jakarta pada tahun 1919, terinspirasi karya-karya Ibsen.
Drama ini mengisahkan tentang dua saudara. Satu orang sangat moralis dan menjunjung tinggi kehormatan diri, sementara yang lainnya sangat mengagungkan harta dan mengutamakan keuntungan pribadi. Allah yang Palsu dalam drama ini adalah uang, yang sama sekali bukan jalan menuju kebahagiaan.
Drama Ibsen, Musuh Masyarakat, pernah diterjemahkan oleh Asrul Sani. Drama yang mengisahkan beberapa orang di tempat dan latar belakang berbeda yang berusaha membantu masyarakat dengan membagikan informasi fakta namun malah dikucilkan masyarakat dan dimusuhi sudah dipentaskan di Indonesia berkali-kali, di berbagai tempat, seperti di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pada tahun 1991, karya Ibsen, Samfundets statter yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Pillars of Community diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono dkk. Nama Sapardi, sastrawan besar yang terkenal dengan puisi Aku Ingin ini menggambarkan keistimewaan Ibsen.
Karya Ibsen, A Dolls House atau Rumah Boneka, juga sudah dipentaskan di Gedung Kesenian Djakarta, akhir tahun 2011.
(Yayan Sopiani)