Gerak News, Jakarta- SETARA Institute mencatat 217 peristiwa dengan 329 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) sepanjang tahun 2023. Angka tersebut naik signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 175 peristiwa dengan 333 tindakan.
SETARA Institute mencatat pelanggaran KBB paling banyak dialami oleh umat kristen dan katolik (54 peristiwa), individu (26 peristiwa), warga (25 peristiwa), pengusaha (23 peristiwa), Jemaat Ahmadiyah Indonesia (6 peristiwa), dan Muhammadiyah (10 peristiwa).
Menurut Halili, angka korban dalam peristiwa pelanggaran dalam kategori kelompok menunjukkan tren pergeseran korban yang semakin mudah diidentifikasi, dibanding pada tahun sebelumnya di mana individu mengalami banyak peristiwa pelanggaran.
“Umat kristiani menjadi korban paling banyak dalam berbagai peristiwa. Bahkan, Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi keagamaan islam besar, juga menjadi korban pelanggaran,” ungkap Halili, baru-baru ini.
Secara umum, terdapat tiga highlight kondisi KBB 2023. Pertama, tren pelanggaran pada 2023 menunjukkan kasus gangguan tempat ibadah masih terus mengalami kenaikan yang signifikan dalam tujuh tahun terakhir. Halili merinci sepanjang tahun 2023 terdapat 65 gangguan tempat ibadah.
Temuan itu adalah angka yang cukup besar bila dibandingkan dengan gangguan yang terjadi dalam lima tahun terakhir, yaitu 50 tempat ibadah (2023), 44 tempat ibadah (2021), 24 tempat ibadah (2020), 31 tempat ibadah (2019), 20 tempat ibadah (2018), dan 16 tempat ibadah (2017).
Dari 65 tempat ibadah yang mengalami gangguan pada tahun 2023, sebanyak 40 gangguan menimpa gereja, 17 menimpa masjid, 5 menyasar pura, dan 3 menimpa Vihara.
“Mayoritas penolakan pendirian tempat ibadah didasarkan pada belum terpenuhinya atau deviasi pemaknaan syarat pendirian tempat ibadah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan No 8 Tahun 2006, yang mensyaratkan 90 pengguna tempat ibadah dan 60 dukungan dari warga setempat,” ungkap Halili.
“Sedangkan dalam kasus-kasus lainnya, meskipun persyaratan tersebut sudah terpenuhi, penolakan dari masyarakat setempat masih terus terjadi, sehingga tempat ibadah tetap tidak diizinkan untuk dibangun,” sambungnya.
Redaksi Gerak News