Gerak News, Jakarta- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan bukan untuk politik balas budi.
Bahlil mengatakan pemberian IUP kepada ormas keagamaan didasarkan pada sejarah panjang kontribusi mereka. Ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah disebut telah berperan penting termasuk mengeluarkan fatwa jihad saat agresi militer Belanda tahun 1948.
“Pemberian IUP ini bukanlah politik balas budi, melainkan pengakuan atas jasa besar mereka dan upaya untuk memastikan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam bagi seluruh masyarakat,” kata Bahlil dalam unggahannya di Instagram resmi, Minggu (9/6/2024).
Bahlil pun tidak habis pikir mengapa kebijakan pemerintah dalam pemberian IUP untuk ormas keagamaan dipermasalahkan.
“Dalam proses pemberian IUP ini, kami mengetahui memang tidak luput dari kritik. Tentu saja ini menjadi pertanyaan bagi kita semua. Ketika izin diberikan kepada konglomerat dan asing, muncul protes keras. Kini saat izin dibuka untuk ormas keagamaan, kritik yang sama kembali muncul,” tuturnya.
Pemberian IUP untuk ormas keagamaan didasari oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahlil menilai ormas keagamaan juga layak mengelola sumber daya alam.
“Atas dasar kontribusi ini, pemerintah merasa mereka layak mengelola sumber daya alam secara inklusif dan berkeadilan,” ucapnya.
Lahan tambang yang akan diberikan kepada ormas keagamaan adalah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) generasi I, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
Lahan itu dialokasikan kepada enam ormas yang menjadi pilar atau terbesar di masing-masing agama, meliputi NU, Muhammadiyah, Kristen (Persatuan Gereja Indonesia), Katolik (Kantor Waligereja Indonesia), Hindu, dan Buddha.
Redaksi Gerak News