Gerak News, Jakarta- Akhir pekan ini, masyarakat di dunia digital diwarnai dengan tranding mengenai perlawanan masyarakat Papua.
Dengan tagar all eyes on papua, masyarakat adat menolak keberadaan perusahaan sawit di lahan adatnya.
Perusahaan sawit disebutkan menyerobot wilayah adat yang luasannya mencapai setengah wilayah provinsi DKI Jakarta.
“Di tempat kami terancam perusahaan sawit atau investasi perusahaan sawit, padahal ini pelanggaran HAM. Kami ini korban pelanggaran HAM, ini hak kami mutlak,” ujar perwakilan masyarakat adat yang menggelar demonstrasi di Mahkamah Agung (MA).
Netizen pun kemudian ramai mendukung dan memberikan komentarnya terhadap video yang ramai dibahas tersebut. Bahkan dukungan terhadap mastarakat adat ini pun disebarluaskan dalam bentuk petisi.
Di laman change.org dijelaskan mengenai kronologii masyarakat adat Marga Woro dan Suku Awyu yang menolak hutan adat mereka diserobot oleh perusahaan sawit.
Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua, Marga Woro dan Suku Awyu menggugat izin lingkungan perusahaan sawit.
“Tentu nggak mudah. Masyarakat adat melawan perusahaan. Mereka nggak punya dana atau sumber daya seperti perusahaan besar. Tapi itu satu-satu cara untuk mempertahankan tanah dan budaya mereka,”
“Saya bertemu Kak Hendrikus ‘Franky’ Woro, pemimpin Marga Woro–bagian dari Suku Awyu. Ia cerita gimana mereka perjuangkan tanah mereka yang dirampas. Mereka harus menempuh jarak jauh, rumit dan mahal ke pengadilan di Jayapura, Ibukota Provinsi Papua,”
“Dari rumahnya, mereka naik motor, melalui tanah merah. Lebih berbahaya karena dilalui truk pengangkut kayu besar. Kemudian dilanjutkan naik perahu, lalu naik mobil ke ibukota Boven Digul, dan naik pesawat ke Jayapura untuk menghadiri sidang. Total menghabiskan 7 jam dan uang 10 juta satu kali perjalanan, untuk 1 orang aja,”
“Sayangnya, setelah melalui proses itu, mereka kalah gugatan di pengadilan. Saat ini, prosesnya dibawa ke Mahkamah Agung. Ini adalah harapan terakhir buat mereka,”
“Karena itu, lewat petisi ini, saya meminta Mahkamah Agung untuk mencabut izin lingkungan PT Indo Asiana Lestari, yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua,”
Selain berpotensi menghilangkan hutan alam, proyek perkebunan sawit ini, juga hasilkan emisi 25 juta ton CO2. Jumlah emisi ini sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon tahun 2030. Dampaknya tak cuma ke warga Papua, namun juga dunia.
Redaksi Gerak News