Gerak News, Jakarta- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa soal pengucapan salam lintas agama. Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) pun memberikan tanggapan.
“Fatwa yang dimaksudkan di atas sifatnya adalah internal umat Islam, kami tentu tidak dalam kapasitas mengomentari hasil keputusan internal bahkan yang menjadi keyakinan (forum internum) agama lain,” kata Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Jimmy Sormin, baru-baru ini.
Pendeta Jimmy kemudian menyinggung pengucapan salam berbagai agama pada saat acara pemerintah. Menurutnya, pengucapan salam beberapa agama itu terkesan membatasi eksistensi agama lain yang memiliki salam yang berbeda.
“Ucapan salam keagamaan berdasarkan 6 agama ditambah satu ucapan mewakili seluruh kelompok penghayat pada acara pemerintahan atau publik terkesan membatasi eksistensi agama-agama lain yang memiliki salam yang berbeda,” sebut dia.
Pendeta Jimmy menyarankan agar salam yang digunakan dalam ruang publik tidak mewakili suatu agama tertentu. Salah satunya, kata dia, salam Pancasila.
“Seyogianya ucapan salam secara nasional atau tidak mewakili agama tertentulah yang dipakai ketika berada di ruang publik, khususnya oleh pemerintah, DPR, alat kelengkapan negara lainnya. Salam Pancasila atau salam lainnya berbasis ‘bahasa bersama’ maupun bahasa daerah/lokal (horas, sampurasun, sugeng sonten, tabea, dan sebagainya) akan lebih cocok untuk digunakan,” sebut dia.
Namun Pendeta Jimmy mengaku menghormati inisiatif Kemenag yang mendorong pengucapan salam berbagai agama. Hal itu, menurutnya, salah satu upaya untuk menghormati perbedaan.
“Kita menghargai inisiatif Kemenag RI mendorong pengucapan salam-salam keagamaan tersebut. Sebagai upaya menghormati perbedaan dan membangun suasana kesetaraan. Namun kenyataannya ada juga kelompok-kelompok agama di Nusantara ini merasa kurang nyaman jika ucapan salam keagamaannya diucapkan oleh individu atau kelompok dari keagamaan lain, karena cara pengucapan maupun berbasis teologi atau keyakinannya,” jelasnya.
“Karenanya, kita tetap menghormati perbedaan pandangan tersebut, dengan tetap terus mendorong semangat moderasi dan kebebasan beragama; beragama secara substantif dan dewasa,” imbuhnya.
Pendeta Jimmy menambahkan bahwa ada pandangan bahwa salam keagamaan lain tidak pantas diucapkan oleh agama yang berbeda.
“Karena adanya pandangan bahwa ucapan salam keagamaan lain tidak pantas diucapkan oleh kelompok agama yang berbeda, tidak boleh pula ada pemaksaan dan penormalisasian ucapan salam keagamaannya (tertentu) untuk dipakai di ruang publik yang dihadiri oleh umat beragama lain sekalipun kecil jumlah pesertanya,” sebut dia.
Redaksi Gerak News