Gerak News, Jakarta- Poster bertuliskan “All Eyes on Papua” beredar di media sosial X beberapa hari terakhir. Poster tersebut banyak dibagikan di X di tengah maraknya poster dengan kalimat serupa yang menyuarakan penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza akibat serangan Israel ke Rafah.
Menurut akun @tanyakanrl pada Jumat (31/5/2024), rakyat Papua tengah direnggut paksa haknya oleh penguasa yang serakah sehingga pengunggah meminta warganet untuk ikut bersuara. Hal tersebut berkaitan dengan hutan rakyat Papua yang disebut warganet dirampas untuk perkebunan sawit.
Sementara itu, akun @machigyu pada Jumat menayangkan video masyarakat adat Awyu, Papua menggelar aksi di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta karena hutan adat mereka diserobot perusahaan sawit.
“Masyarakat adat awyu Papua berdemo di depan MA. Mereka menyampaikan hutan adat tempat tinggal mereka diserobot perusahaan sawit. And no one cares. ALL EYES ON PAPUA,” cuitnya.
Lantas, apa itu All Eyes on Papua dan apa yang sebenarnya terjadi di Bumi Cenderawasih?
All Eyes on Papua berkaitan dengan permintaan masyarakat adat Awyu dan Moi agar hutannya dikembalikan dan diselamatkan dari pembukaan perkebunan sawit.
Pada Senin (27/5/2024), hutan masyarakat Awyu memang sudah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah. Proyek tersebut dioperasikan oleh tujuh perusahaan, yakni PT MJR, PT KCP, PT GKM, PT ESK, PT TKU, PT MSM, dan PT NUM.
Tak hanya itu, pemerintah provinsi juga mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT IAL. PT tersebut mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektar yang sebagian berada di hutan adat marga Moro, bagian dari suku Awyu.
Pemberian izin lingkungan kepada PT IAL kemudian digugat oleh Hendrikus Woro yang kini tengah bergulir di MA.
Atas pembukaan perkebunan sawit di Bumi Cenderawasih, suku Awyu dari Boven Digoel dan suku Moi di Sorong menggelar aksi damai di depan Gedung MA, Senin (27/5/2024). Mereka mengenakan baju khas suku masing-masing sambil menggelar ritual adat dan memanjatkan doa. Suku Awyu dan Moi meminta supaya MA menjatuhkan putusan dan membatalkan izin perusahaan sawit yang sedang mereka lawan.
Suku Awyu tidak hanya menggugat PT IAL, namun juga mengajukan kasasi atas PT KCP dan PT MJR. Suku Awyu sebelumnya kalah ketika mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka kemudian mengajukan banding dan dimenangkan oleh hakim PTUN Jakarta.
Di sisi lain, suku Moi juga sedang melakukan perlawanan terhadap PT SAS yang menggunduli 18.160 hektar hutan adat untuk perkebunan sawit. PT SAS sempat memegang konsesi seluas 40.000 hektar lahan di Kabupaten Sorong, namun pemerintah mencabut izin pelepasan kawasan hutan dan izin usaha pada 2022. Keputusan pemerintah tersebut kemudian direspons melalui gugatan ke PTUN Jakarta.
Redaksi Gerak News