Gerak News, Jakarta- Puluhan seniman Reog Ponorogo melakukan aksi damai baru-baru ini, di bawah Monumen Reog dan Museum Peradaban (MRMP) di Desa Sampung, Kecamatan Sampung, Ponorogo.
Sambil mempertontonkan reog, para seniman asal Sampung yang tergabung dalam paguyuban Regol Wengker itu juga memberikan orasi di sekitar monumen.
Mereka mengecam pernyataan seorang tokoh yang menyebut Monumen Reog sebagai berhala. Secara tegas, mereka mengatakan bahwa monumen tersebut adalah simbol budaya Ponorogo yang adiluhung.
“Assalamulaikum luur… Iki to sing jare dianggep berhala, bali kampung kok arep mbubrahi Monumen Reog Ponorogo sing ono ing Sampung. Baiyuh… Kok ono lakon koyo ngene. Simbol budoyo Ponorogo sing adlhung kok dianggep berhala,” ucap lantang para seniman.
Suyadi, salah satu seniman, secara tegas mengecam ucapan yang merendahkan Monumen Reog.
“Intine kami mengecam ucapan terkait berhala yang ditujukan ke monumen reog,” tegasnya.
Ia menyatakan penolakan atas sebutan berhala yang diarahkan pada monumen tersebut. Menurutnya, monumen reog adalah simbol budaya Ponorogo bukan sesembahan.
“Monumen reog dibangun sebagai simbol budaya Ponorogo yang adiluhung,” ucapnya.
Menurut Suyadi, pernyataan tersebut sangat menyakitkan bagi para seniman yang peduli dengan warisan budaya Ponorogo.
Ia berharap agar aksi penolakan semacam ini tidak hanya dilakukan oleh paguyuban Regol Wengker.
Namun juga melibatkan seluruh seniman untuk menegaskan pentingnya melestarikan reog sebagai warisan nenek moyang.
“Para seniman harus bergerak menyuarakan dan mengecam ucapan itu. Karena Monumen Reog bukanlah berhala, melainkan simbol budaya Ponorogo yang harus dijaga dengan baik,” tukasnya.
Redaksi Gerak News