Gerak News, Jakarta- Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Islah Bahrawi mengungkapkan Wahabisme adalah proksi Barat melalui Saudi sebagai gerakan ideologisasi penyeimbang di negara-negara Muslim untuk membendung merajalelanya komunisme pada masa Perang Dingin.
Namun setelah misinya selesai, Wahabisme ternyata menjadi gerakan liar yang memakan tuannya sendiri.
“Bahkan Saudi yang ikut melahirkan Wahabisme, belakangan mulai melepaskan diri dari stigma ajaran ‘penghakiman dan pengkafiran’ ini,” ujar Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia itu, baru-baru ini.
Sebagai contoh, sambung Islah, ketika para pemuka Wahabisme-Salafisme di banyak negara masih mengharamkan musik, Saudi malah semakin gencar mengadakan konser musik.
Lalu ketika bank konvensional diharamkan, kerajaan Saudi malah membuka keran bagi masuknya bank asing seperti Deutsche Bank, J.P. Morgan, BNP Paribas dan Standard Chartered.
“Dengan situasi Saudi hari ini, para penganut ajaran Wahabi-Salafi boleh saja berkelit: ‘Manhaj Salaf bukan Saudi’, namun tetap saja tidak bisa dipungkiri, rujukan dan literatur ajaran mereka direproduksi oleh kerajaan Saudi selama hampir dua abad lebih. Disebarkan melalui sekolah-sekolah, organisasi dan para sarjana yang dibiayai oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi di banyak negara,” papar Islah.
Islah melanjutkan, ustaz-ustaz Wahabi-Salafi yang hari ini dikenal di Indonesia adalah bagian dari program ideologisasi masa lalu, yang hari ini seolah disesali oleh induknya.
Islah pun mengungkapkan, Wahabi dan Salafi adalah dua sisi dalam koin yang sama.
“Arus utama mereka pun sama: klaim kebenaran dan otentisitas. Hanya saja Wahabisme sangat revolusioner dalam pergerakannya, sedangkan Salafi lebih evolusioner. Visi dan misi keduanya juga sama: berupaya menerapkan hukum Islam sesuai penafsiran mereka di setiap wilayah tempat menyebarkan ajarannya,” paparnya.
Pada dasarnya, ujar Islah, mereka memiliki rujukan hukum dan sumber literatur yang sama. Hanya Salafi belakangan menghindar untuk memakai titel “Wahabi” karena terlalu identik dengan akar sejarah politik Saudi dan gerakan kekerasan atas nama Islam di seluruh dunia.
“Para pendakwah Salafisme lebih samar dalam membangun antipati masyarakat terhadap perbedaan, sedangkan Wahabisme lebih tegas: ‘hitam dan putih’. Salafisme hanyalah transformasi metode baru dari gerakan Wahabisme masa lalu, yang secara substansi sejatinya tidak memiliki perbedaan,” pungkasnya.
Redaksi Gerak News