Gerak News, Jakarta- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menjelaskan konsep negara bangsa yang disepakati oleh para ulama dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Gus Yahya mengungkapkan bahwa para ulama Indonesia pada awal abad ke-20 telah menyaksikan dinamika global dan perubahan peradaban yang sedang terjadi.
Para ulama di Indonesia juga menyadari perlunya mengantisipasi tantangan yang akan datang dan mengembangkan kapasitas untuk berkontribusi pada konstruksi peradaban baru yang lebih baik.
“Meskipun para ulama tersebut adalah pendukung ajaran Islam klasik dan ahli terbaik dalam ajaran tersebut, mereka setuju untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bangsa, bukan negara Islam atau teokrasi. Keputusan itu tentunya didasarkan pada pertimbangan agama dan kajian mendalam terhadap ajaran Islam karena mereka adalah ulama,” jelas Gus Yahya di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (20/5/2024).
Ia menjelaskan, kesepakatan para ulama untuk membentuk negara bangsa yang inklusif dan tidak membawa label agama merupakan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara-negara mayoritas Muslim lainnya.
Para ulama bersepakat untuk membentuk negara bangsa dan bukan negara Islam atau teokrasi.
“Hampir semuanya telah ditetapkan sebagai negara Islam. Mungkin republik demokratis, tapi republik Islam atau kerajaan Islam. Namun, Indonesia adalah negara kesatuan bangsa Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada label agama apa pun di dalamnya,” jelasnya.
Gus Yahya juga menyoroti bahwa model negara bangsa yang disepakati di tengah populasi Indonesia yang mayoritas Muslim, menjadikan Indonesia sebagai model unik sebuah negara.
“Jadi ini adalah model unik sebuah negara yang muncul setelah perang dunia kedua dan diprakarsai secara besar-besaran oleh para pemimpin Muslim di Indonesia,” tutur Gus Yahya.
Dalam konteks pemikiran dan visi tersebut, para ulama terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pembentukan negara pada tahun 1945. Mereka berkontribusi secara mendalam dalam pembangunan dan pembentukan konstruksi negara.
“Jadi, jika kita ditanya pertahanan seperti apa yang kita pikirkan, model strategi pertahanan seperti apa yang kita pikirkan, kita akan lebih memikirkan tatanan internasional daripada sekadar militer kita, kapasitas militer kita sendiri,” pungkasnya.
Redaksi Gerak News