Gerak News, Jakarta- Perkumpulan Jaga Pancasila Zamrud Khatulistiwa atau Galaruwa kembali melengkapi bukti perihal laporan atas dugaan intoleransi ke Badan Reserse Kriminal Umum Polri. Bukti itu perihal kasus pembubaran ibadah.
Seorang aparatur sipil negara atau ASN di Gresik, Jawa Timur, diduga membubarkan ibadah peringatan Kenaikan Yesus Kristus.
“Kami tetap pada pendirian untuk melaporkan ini ke Bareskrim Polri. Kami sudah laporkan sebagai aduan masyarakat supaya ini diproses secara hukum,” kata Ketua Umum Galaruwa, Santiamer Silalahi, saat ditemui di Bareskrim Polri, Jumat, 17 Mei 2024.
Sebelumnya, seorang ASN, Yayik Susilawati, diduga melakukan tindak pidana berupa pembubaran ibadah. Kasus Yayik ini disebut melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan. Menurut Santiamer, kasus ini telah menempuh jalan damai.
Dia mengatakan, tujuan damai itu supaya dugaan intoleransi diduga dilakukan Yayik tak diproses secara hukum. Dia mengatakan perdamaian itu ganjal. Karena menandatangani surat damai bukan Yayik, melainkan suaminya. “Perdamaian kawe-kawe,” kata dia.
Beredar video dan pemberitaan media massa, Yayik dan suami membubarkan ibadah malam Kenaikan Isa Al Masih di jemaat Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Benowo, Gresik. Belakangan, Yayik diketahui sebagai salah satu pengajar di SMA Negeri 1 Cerme.
Jemaat itu menggelar ibadah di rumah Hormali Sirait, Perum Cerme Indah, Cerme, Gresik, pada Rabu malam, 8 Mei 2024. Usai Yayik membubarkan paksa, video peristiwa itu viral dan mendapat respons dari masyarakat luas.
Laporan yang dilayangkan itu diharapkan Yayik diproses secara hukum. Menurut dia, silakan proses hukum ini berlangsung di Jawa Timur atau Jakarta. “Terserah yang penting diproses secara hukum sampai tingkat pengadilan,” tutur Santiamer.
Dia bilang polisi perlu mengorek alasan pembubaran ibadah tersebut. Kasus pembubaran ibadah belakangan ini kerap terjadi. Misalnya kasus Ketua RT 12, Wawan Kurniawan, di Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung,
Wawan membubarkan ibadah jemaat gereja Ahad, 19 Februari 2023, pukul 09.30 WIB di Gereja Kristen Kemah Daud, Jalan Soekarno-Hatta, Gang Anggrek. Kasus itu menjadi perhatian publik setelah viral di media sosial. Pengadilan Negeri Tanjungkrang, Lampung, memvonis Wawan tiga bulan penjara.
Santiamer menyatakan kasus serupa baru saja terjadi di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Babakan, Kecamatan Satu, Tangerang Selatan, Ahad malam, 5 Mei 2024. Saat itu mahasiswa Universitas Pamulang sedang pembacaan doa rosario. Pembubaran itu berujung penyerangan dan penganiayaan mahasiswa. Bahkan, satu orang diketahui terluka usai terkena sabetan senjata tajam atau sajam dari warga.
“Jadi pembubaran ibadah bukan hanya di GPIB, tapi di tempat lain juga. Misalnya di Lampung, Tangerang Selatan. Apa motifnya? Ini yang harus digali oleh polisi supaya ada tindakan pencegahan tidak terulang kembali,” ucap dia.
Redaksi Gerak News