Gerak News, Jakarta- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, baru-baru ini merespons kritik yang dilontarkan oleh seorang Ustaz Salafi terhadap Ustaz Adi Hidayat (UAH) mengenai pandangannya tentang musik.
Gus Fahrur menganggap bahwa kritikan tersebut “terlalu berlebihan” dan mencerminkan sikap yang menyulitkan.
Gus Fahrur menjelaskan bahwa sikap keras kaum Salafi terhadap isu musik tidak selalu berlandaskan pada pandangan yang komprehensif.
“Kaum salafi membuat segala sesuatu menjadi lebih sulit,” ucap Gus Fahrur, baru-baru ini.
“Saya kira terlalu berlebihan,” lanjutnya.
Gus Fahrur mengutip Imam Al-Ghazali untuk menegaskan bahwa larangan penggunaan alat musik tertentu seperti seruling dan gitar bukanlah karena alat musik itu sendiri, melainkan karena penggunaannya yang historis di tempat-tempat maksiat.
“Di awal-awal Islam, kedua alat musik tersebut lebih dekat dimainkan di tempat-tempat maksiat, sebagai musik pengiring pesta minuman keras,” kata Gus Fahrur.
Menurut Gus Fahrur, Islam melarang meniru gaya hidup yang berpotensi mendorong kemaksiatan, termasuk penggunaan alat musik yang bisa membuat orang lalai dari mengingat Tuhan atau digunakan dalam konteks yang tidak sesuai dengan prinsip ketakwaan.
“Mendorong berbuat kemaksiatan, minuman keras atau membuka aurat dan bertolak-belakang dengan prinsip ketakwaan,” imbuhnya.
Sikap PBNU terhadap musik lebih fleksibel, dengan sebagian besar ulama menganggap beberapa jenis alat musik haram, terutama yang digesek dan ditiup, kecuali rebana dan genderang perang yang diizinkan selama tidak dibarengi dengan maksiat.
Ustaz Adi Hidayat sendiri belakangan ini menjadi sorotan setelah video lamanya tentang musik muncul kembali ke permukaan, yang memicu kecaman dari Ustaz Muflih Safitra yang mengkritik cara berdalil UAH.
Gus Fahrur menyerukan agar umat Islam memiliki pendekatan yang lebih toleran dan menghargai keragaman pandangan dalam masalah fiqh seperti musik, sesuai dengan tradisi intelektual Islam yang kaya.
Redaksi Gerak News